Tuesday, November 1, 2011

ICW :Freeport Kurang Bayar Royalti Rp 1,6 Triliun




PT Freeport Indonesia, menurut perhitungan Indonesia Corruption Watch, kurang dalam membayar royalti kepada pemerintah Indonesia Rp 1,6 triliun selama kurun waktu 2002-2010. Karena itu, ICW mendesak pemerintah menagih kekurangan itu.

Koordinator Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas, Selasa (1/11/2011) di Jakarta, menjelaskan, berdasarkan kontrak perhitungan royalti antara pemerintah Indonesia dan PT Freeport, seharusnya total royalti yang harus dibayar Freeport dalam kurun 2002-2010 adalah 1 miliar dollar AS (sekitar Rp 8,8 triliun).

Namun, ternyata royalti yang dibayar Freeport dalam kurun waktu itu hanya 873,2 juta dollar AS. Dengan demikian terdapat selisih sebesar 176,88 juta dollar AS atau setara Rp 1,6 triliun.

Tarif royalti yang digunakan dalam perhitungan itu adalah berdasarkan kontrak karya tahun 1991, di mana tarif untuk tembaga adalah 1,5-3,5 persen, emas 1 persen, dan perak 1 persen.

Menurut Firdaus, kekurangan royalti akan lebih besar lagi jika tarif royalti didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2000, yakni tarif royalti tembaga naik menjadi 4 persen, emas naik menjadi 3,75 persen, dan perak menjadi 3,25 persen.

Firdaus mengatakan, hasil perhitungan yang dilakukan ICW seharusnya sama dengan perhitungan pemerintah sehingga diduga pemerintah juga mengetahui PT Freeport kurang dalam membayar royalti.

Namun, Firdaus menduga, pemerintah tidak berani menagih kekurangan itu karena alasan politis dan tekanan Amerika Serikat terhadap pemerintah Indonesia. Patut diduga pula, kekurangan bayar royalti tersebut digunakan untuk menyuap atau memberikan gratifikasi kepada para pejabat atau institusi negara.

Ini terkonfirmasi karena ICW juga menemukan bahwa PT Freeport juga menyalurkan dana untuk Polri.

Karena sarat dengan penyimpangan-penyimpangan, ICW mendesak pemerintah untuk melakukan renegosiasi kontrak tambang Freeport. Alasannya, selain kontrak sebelumnya sudah cukup lama, yakni tahun 1991, juga karena sudah ada PP No 13 Tahun 2000 yang menaikkan tarif royalti.

Segera Nasionalisasikan Freeport

Pemerintah ditantang segera mengambil tindakan, menasionalisasikan PT Freeport Indonesia. Selama 44 tahun Freeport mengeksploitasi sumber daya alam di Papua, yang tersisa hanya air mata dan penderitaan.

Kekayaan alam yang dikeruk Freeport justru lebih banyak dinikmati asing sementara Indonesia, khususnya orang Papua, hanya mendapat remah dan kerusakan lingkungannya.

Demikian penilaian Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, di Jakarta, Seni (31/10/2011).

Haris mengatakan, persoalan tuntutan kesejahteraan karyawan yang diminta 22.000 buruh PT Freeport sebenarnya harus membuat pemerintah sadar dan membuat langkah berani, menasionalisasikan perusahaan tambang emas tersebut.

Mogoknya ribuan buruh PT Freeport menuntut kenaikan upah hanya jadi bagian kecil, dari setumpuk persoalan mengenai keberadaan perusahaan tersebut di Papua.

"Kalau pemerintah mau bicara nasionalisme, sekaranglah saatnya. Jika pemerintah mau dibilang nasionalis, seharusnya mereka berada di pihak buruh. Kalau memihak PT Freeport ya mereka enggak nasionalis," kata Haris.

Haris mengatakan, salah satu solusi menyelesaikan persoalan Freeport adalah dengan menasionalisasi perusahaan itu. Dia mengungkapkan, setidaknya ada tiga alasan utama mengapa Freeport perlu dinasionalisasi.

"Sumber daya alam di sana adalah milik Indonesia, khususnya orang Papua. Pembagian keuntungan sampai hari ini tidak seimbang, meski sudah masuk kontrak karya kedua, Indonesia tak sepantasnya hanya mendapat 11 persen. Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan juga sangat luar biasa. Cukup sudah. Segera nasionalisasikan PT Freeport," katanya.


notes; Artikel masih kurang lengkap nih!!! yang menikmati hasil tambang emas juga ada koruptor Indonesia, mau nasionalisasikan gak takut sama Amerika? Nanti dikenakan sanksi ekonomi, koruptor Indonesia mau makan apa?

sumber;http://nasional.kompas.com/read/2011/11/01/16235992/Freeport.Kurang.Bayar.Royalti.Rp.1.6.Triliun

No comments:

Post a Comment